Sabtu, 02 Januari 2010

TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM PAJAK

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara. Karena itu merupakan isu strategi yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah melakukan pembahasan RUU pajak yang baru yang akan menggantikan UU No.16/2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215 juta jiwa merupakan potensi besar pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah wajib pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian 2.622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak badan.
Pada masa orde baru telah dilakukan reformasi perpajakan tetapi tidak menyentuh reformasi birokrasi perpajakan. Reformasi perpajakan pada Januari 1981 sebagai reaksi dari berakhirnya era all boom. Reformasi perpajakan berikutnya terjadi pada 1983 ketika sistem administrasi perpajakan menetapkan sistem self assement. Sistem ini telah berhasil meningkatkan partisipasi rakyat dalam hal pemenuhan kewajiban membayar pajak yang merupakan sumber penerimaan negara yang vital. Reformasi perpajakan lebih banyak diartikan sebagai kebutuhan akan regulasi perpajakan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan tarif pajak progresif, tetapi tidak tampak adanya upaya perubahan jaminan manfaat bagi wajib pajak dan pembayaran pajaknya. Keadaan ketiadaan jaminan ini menyebabkan kurang terjadinya perubahan kesadaran membayar pajak.



B. Rumusan Masalah
a. Mengapa Pemerintah mengoptimalkan pengejaran pajak ?
b. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengoptimalkan pengejaran pajak ?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengejaran Pajak Oleh Pemerintah
Pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Menghindari pajak yang merupakan gejala biasa pada pajak-pajak penggunaan, biasanya dilakukan dengan penahanan diri atau dengan penggunaan surogat; orang mengurangi atau menekan konsumsinya dalam barang-barang yang dapat dikenakan pajak, ataupun orang menggantinya dengan surogat yang tidak/kurang dikenakan pajak.
Contoh :
 Pajak atas bensin, dihindari orang dengan membiarkan mobilnya berdiam li garasi (penahanan)
 Cukai tembakau atas rokok putih (luar negeri) dihindari dengan memuaskan diri dengan rokok klobot/tingwe.
Pengelakan pajak ini terutama terdapat pada pajak-pajak yang untuk penentuan besarnya, para wajib pajak harus bekerja sendiri dengan menggunakan pemberitahuan dan dokumen-dokumen lain. Para wajib pajak dapat mengabaikan sama sekali formalitas-formalitas yang harus dilakukannya atau memalsukan dokumen atau mengisinya kurang lengkap, dalam kedua hal tersebut pajak dihindari secara tidak legal. Juga pembukuan memberi banyak kemungkinan untuk mengelakkan pajak, misalnya dengan membukukan kurang daripada investasi sebenarnya, pengajuan rekening-rekening yang fiktif, tidak membukukan uang-uang tunai, memasukkan biaya-biaya dan penyusutan yang berlebih, dsb.
Akhirnya tindakan penggelapan pajak mempunyai pengaruh yang sangat berbahaya terhadap sesama warga, dengan tidak menyadari akan konsekuensi mautnya, mereka ini akan mengira bahwa perbuatan curang semacam itu akan sangat menguntungkan. Hal inilah yang membuat pemerintah mengoptimalkan pengejaran pajak pada perusahaan yang dicurigai melakukan kecurangan-kecurangan.

B. Upaya Pemerintah Dalam Mengoptimalkan Pengejaran Pajak
Supremasi hukum, yaitu kepatuhan terhadap hukum baik oleh warga masyarakat khususnya wajib pajak maupun oleh penyelenggara negara, yang menjadi salah satu inti pergerakkan reformasi di samping tuntutan untuk memulihkan demokrasi, memberantas KKN, membangun pemerintah yang baik, perekonomian, dsb. Salah satu bentuk operasional (reformasi) yaitu menuntut penegakkan hukum yang adil khususnya dalam bidang perpajakkan, Ditjen pajak dalam melakukan law enforcement pemeriksaan pajak jangan hanya terhadap masyarakat wajib pajak pada umumnya, tetapi juga terhadap wajib pajak yang berstatus penyelenggara negara.
Untuk menegakkan keadilan, pemerintah melalui KPKPN sebagai lembaga etik, bertujuan untuk meniadakan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam mewujudkan good governance. Dalam upaya membangun penyelenggaraan negara yang sehat menuju supremasi hukum, tentu akan terkait dengan aspek-aspek lainnya, seperti kewajiban membayar pajak kepada negara bagi para penyelenggara negara.
Dengan demikian, jika penyelenggara negara patuh membayar pajak, akan berpengaruh positif terhadap masyarakat dalam membangun negara, walaupun pembangunan di manapun pada umumnya digerakkan oleh pihak swasta dan masyarakat, dan bukan karena kepatuhan para penyelenggara negara dalam membayar pajak. Namun, contoh yang baru dilakukan oleh para penyelenggara negara merupakan sikap yang sangat diharapkan dalam membangun bangsa.

Tidak ada komentar: